Menderita Sepanjang 61 Kilometer, Martha Benita Berhasil Taklukkan Ironman 70.3
Bertanding dalam kondisi sehat itu sudah biasa. Namun, bertanding sambil menahan kram butuh mental sekuat baja. Itulah yang dilakukan Martha Benita saat mengikuti ajang Ironman 70.3 Vietnam pada Minggu (7/5) lalu.
Perempuan kelahiran kota Pahlawan ini tidak pernah membayangkan perlombaan triatlhon keempatnya bakal senelangsa itu. Padahal semua sudah dipersiapkan dengan matang. Nutrisi tercukupi, latihan pun mumpuni. Membuatnya cukup percaya diri untuk memasang target waktu tinggi.
Awalnya semua berjalan mulus. Ombak laut yang dikhawatirkan bakal menyulitkannya, nyatanya tidak. Tantangan pertama yakni renang bisa dilalui. Tak pelak membuat asa untuk melewati keseluruhan lomba triathlon ini semakin membara. Namun, nasib berkata lain.
Tiba-tiba saja saat mengayuh sepeda di kilometer ke-50, Benita mengalami kram. Paha kirinya seperti terkunci. Sakitnya bukan main. Perempuan asal Surabaya ini terpaksa berhenti selama 10 menit untuk menunggu ototnya kembali rileks.
"Posisi saya waktu itu jauh dari medis maupun water station. Tapi saya sempat didatangi peserta lain yang menanyakan kondisi saya. Setelah saya jelaskan, saya dikasih salt tablet. Setelah saya minum, kramnya agak berkurang jadi bisa lanjut lagi," ucap Benita.
Kejadian itu tidak lantas mengacaukan pikirannya. Sebaliknya, Benita malah makin terpacu semangatnya. Dalam benaknya jika memang waktu balap sepeda melebihi target, maka masih ada kesempatan untuk mengejar lewat lari. Momen itu bakal dimanfaatkan sebaik mungkin.
"Tapi ternyata sepanjang lari saya kram," kata perempuan 32 tahun ini.
Padahal sebelum lari dia sudah minum suplemen untuk mencegah kram. Akan tetapi, ototnya sudah terlanjur berkontraksi dan sulit untuk kembali relaks. Akhirnya Benita cari cara supaya bisa menuntaskan seluruh tantangan ironman di kota Da Nang itu.
Beruntung water station yang tersedia saat lari cukup banyak. Maklum cuaca hari itu sangat panas dan menyengat. Benita pun memanfaatkannya untuk mengambil es batu yang kemudian dia bawa saat lari. "Jadi tiap saya kram, saya oles es batunya di betis dan paha. Kayaknya hampir tiap kilometer saya lakukan itu," tutur Benita.
Perempuan berambut panjang ini mengaku sempat kebingungan. Kalau memaksa lari pastinya bakal kram terus. Tetapi kalau berjalan entah kapan dia bakal sampai garis finis. Sehingga tiap kali ototnya terasa lebih rileks, maka Benita bakal berlari. Lalu dia akan berhenti ketika rasa sakit kembali menjalar di kedua betis dan pahanya. Hal itu dilakukan berulang-ulang sampai 21 kilometer jauhnya!
Untuk diketahui ironman merupakan pertandingan yang terdiri dari tiga cabang olahraga sekaligus. Renang perairan terbuka sepanjang 1,9 kilometer, dilanjut bersepeda 90 kilometer, dan terakhir lari 21 kilometer. Jika Benita mengalami kram setelah bersepeda sejauh 50 kilometer, itu artinya dia mengalami masalah otot sepanjang 61 kilometer sisanya.
Pada akhirnya Benita tetap berhasil melewati semua cobaan berat itu. Dia finis dengan catatan waktu 7 jam 20 menit 18 detik. Jauh dari target awal 6 jam 30 menit. Namun, hasil itu tidak membuatnya kecewa.
"Dengan kondisi itu, saya lebih mementingkan keselamatan. Kalau saya memaksa mungkin bisa lebih cepat, tetapi belum tentu selamat. Sebagai manusia pasti punya impian. Hanya saja banyak faktor tidak terduga," terangnya.
Benita pun membocorkan tips dan trik mampu menyelesaikan ironman meski kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Selain latihan rutin, mental pun harus kuat. Sebab, olahraga endurance semacam triathlon membutuhkan kesiapan batin yang luar biasa.
"Selama kita tahu badan kita masih sanggup, harus lanjut terus. Jangan kalah dengan mental," tegas Benita.